Senin, 21 Maret 2011

pemecahan analitis secara kreatif


Pemecahan Masalah Secara Analitis & Kreatif
Oleh : Arbono Lasmahadi
Setelah ditunjuk menjadi Pimpinan Eksekutif di Porsche (salah satu produsen
mobil terkenal), pada tahun 1992, disaat Porsche sedang menuju jurang
kebangkrutan, Wendelin Wiedeking langsung mengajak kelompok Shin-Gijutsu,
yang merupakan para ahli teknik yang telah dikader oleh Toyota untuk mengelola
dan membenahi sistim yang ada di pabrik Porsche. Dengan bantuan dari para ahli
teknik Jepang, waktu untuk melakukan perakitan berhasil diturunkan dari 120 jam
menjadi 72 jam. Jumlah kesalahan pada setiap pembuatan mobil turun 50 %
menjadi hanya 3 kesalahan per mobil. Jumlah tenaga kerja menurun sebesar 19 %
menjadi 6.800 orang, dari lebih dari 8.400 orang di tahun 1992. Jumlah "line
production" telah berhasil diperpendek . Begitu pula dengan jumlah inventori
yang telah berkurang, membuat ruang yang digunakan di pabrik menjadi lebih
kecil sebesar 30 %. Perubahan-perubahan tersebut di atas telah membuat Porsche
berhasil memproduksi mobil dengan biaya yang lebih rendah dibandingkan
sebelumnya. Dampaknya, pertama kali dalam 4 tahun terakhir, perusahaan
melaporkan keuntungan, setelah sebelumnya merugi sebesar 300 Juta Dolar
Amerika.
Hal yang menarik yang mungkin ingin kita ketahui dari ilustrasi cerita di atas
adalah, cara efektif yang berhasil diterapkan oleh para ahli teknik Jepang untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh Porsche, dan kemudian merubahnya
menjadi sebuah keuntungan. Secara umum yang dilakukan oleh ahli teknik Jepang
adalah dengan membentuk kelompok kerja yang berbeda yang menerapkan
prinsip-prinsip pemecahan masalah secara ilmiah untuk menganalisa situasi yang
terjadi, membuat rencana perbaikan secara kreatif, dan menerapkan rencana
perbaikan melalui proses pengawasan kualitas.
Ilustrasi di atas yang dikutip dari tulisan Phillip L Hunsaker tentang Pemecahan
Masalah Secara Kreatif (2005) , menunjukkan kepada kita bahwa proses
penyelesaian masalah secara efektif akan dapat membantu sebuah organisasi
keluar dari kemelut keuangan yang mereka hadapi, dan merubahnya menjadi
sebuah kesempatan yang menguntungkan. Tanpa penanganan yang benar saat itu,
bukan tidak mungkin Porsche mengalami kebangkrutan total, dan tidak pernah
terdengar lagi dalam industri kendaraan bermotor. Peristiwa yang terjadi pada
Porshce bukan tidak mungkin terjadi pada organisasi lainnya, organisasi tempat
kita bekerja saat ini atau pada diri kita sendiri. Kemampuan kita dalam melakukan
pemecahan masalah secara analitis dan kreatif menjadi salah satu kunci agar kita
dapat keluar dari masalah yang kita hadapi, dan mencapai kesuksesan dalam
bisnis, maupun karir kita.
Adanya kesempatan bagi kita untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang kita
hadapi secara analitis dan kreatif menjadi inspirasi bagi saya untuk menjadikan
pemecahan masalah secara analitis dan kreatif sebagai bahan tulisan saya kali ini.
Mudah-mudahan tulisan ini dapat membantu kita semua agar kita tidak terjebak
dalam perangkap yang mengurangi kualitas pemecahan masalah yang kita
hasilkan.
Pemecahan Masalah Secara Analitis dan Kreatif
Pemecahan masalah didefinisikan sebagai suatu proses penghilangan perbedaan
atau ketidak-sesuaian yang terjadi antara hasil yang diperoleh dan hasil yang
diinginkan (Hunsaker, 2005). Salah satu bagian dari proses pemecahan masalah
adalah pengambilan keputusan (decision making), yang didefinisikan sebagai
memilih solusi terbaik dari sejumlah alternatif yang tersedia (Hunsaker, 2005).
Pengambilan keputusan yang tidak tepat, akan mempengaruhi kualitas hasil dari
pemecahan masalah yang dilakukan.
Kemampuan untuk melakukan pemecahan masalah adalah ketrampilan yang
dibutuhkan oleh hampir semua orang dalam setiap aspek kehidupannya. Jarang
sekali seseorang tidak menghadapi masalah dalam kehidupannya sehari-hari.
Pekerjaan seorang manajer, secara khusus, merupakan pekerjaan yang
mengandung unsur pemecahan masalah di dalamnya. Bila tidak ada masalah di
dalam banyak organisasi, mungkin tidak akan muncul kebutuhan untuk
mempekerjakan para manajer. Untuk itulah sulit untuk dapat diterima bila seorang
yang tidak memiliki kompetensi untuk menyelesaikan masalah, menjadi seorang
manajer (Whetten & Cameron, 2002).
Ungkapan di atas memberikan gambaran yang jelas kepada kita semua bahwa
sulit untuk menghindarkan diri kita dari masalah, karena masalah telah menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan kita, baik kehidupan sosial,
maupun kehidupan profesional kita. Untuk itulah penguasaan atas metode
pemecahan masalah menjadi sangat penting, agar kita terhindar dari tindakan
Jump to conclusion, yaitu proses penarikan kesimpulan terhadap suatu masalah
tanpa melalui proses analisa masalah secara benar, serta didukung oleh bukti-bukti
atau informasi yang akurat. Ada kecenderungan bahwa orang-orang, termasuk
para manajer mempunyai kecenderungan alamiah untuk memilih solusi pertama
yang masuk akal yang muncul dalam benak mereka (March & Simon, 1958;
March, 1994; Koopman, Broekhuijsen, & Weirdsma, 1998). Sayangnya, pilihan
pertama yang mereka ambil seringkali bukanlah solusi terbaik. Secara tipikal,
dalam pemecahan masalah, kebanyakan orang menerapkan solusi yang kurang
dapat diterima atau kurang memuaskan, dibanding solusi yang optimal atau yang
ideal (Whetten & Cameron, 2002). Pemecahan masalah yang tidak optimal ini,
bukan tidak mungkin dapat memunculkan masalah baru yang lebih rumit
dibandingkan dengan masalah awal.
Pemecahan masalah dapat dilakukan melalui dua metode yang berbeda, yaitu
analitis dan kreatif. Untuk dapat memberikan gambaran yang lebih baik tentang
pemecahan masalah secara analitis dan kreatif, serta perbedaan-perbedaan yang
ada diantara keduanya, maka pada bagian berikut , saya akan menjelaskan secara
singkat hal tersebut di atas.
I. Pemecahan Masalah Secara Analitis
Metode penyelesaian masalah secara analitis merupakan pendekatan yang cukup
terkenal dan digunakan oleh banyak perusahaan, serta menjadi inti dari gerakan
peningkatan kualitas (quality improvement). Secara luas dapat diterima bahwa
untuk meningkatan kualitas individu dan organisasi, langkah penting yang perlu
dilakukan adalah mempelajari dan menerapkan metode pemecahan masalah
secara analitis (Juran, 1988; Ichikawa, 1986; Riley, 1998). Banyak organisasi
besar (misalnya : Ford Motor Company, General Electric, Dana) menghabiskan
jutaan Dolar untuk mendidik para manajer mereka tentang metode pemecahan
masalah ini sebagai bagian dari proses peningkatan kualitas yang ada di organisasi
mereka (Whetten & Cameron, 2002). Pelatihan ini penting agar para manajer
dapat berfungsi efektif, yang salah satu cirinya adalah pada kemampuannya untuk
memecahkan masalah. Hal ini sejalan dengan pendapat dari Hunsaker (2005) yang
menyatakan bahwa manajer yang efektif, seperti halnya Pemimpin Eksekutif
Porsche, Wendelin Wiedeking, mengetahui cara mengumpulkan dan mengevaluasi
informasi yang dapat menerangkan tentang masalah yang terjadi, mengetahui
manfaatnya bila kita memiliki lebih dari satu alternatif pemecahan masalah, dan
memberikan bobot kepada semua implikasi yang dapat terjadi dari sebuah
rencana, sebelum menerapkan rencana yang bersangkutan.
A. Definisikan Masalah
Langkah pertama yang perlu dilakukan dengan metode analitis adalah
mendefinisikan masalah yang terjadi. Pada tahap ini, kita perlu melakukan
diagnosis terhadap sebuah situasi, peristiwa atau kejadian, untuk memfokuskan
perhatian kita pada masalah sebenarnya, dan bukan pada gejala-gejala yang
muncul. Sebagai contoh : Seorang manajer yang mempunyai masalah dengan staf-
nya yang kerapkali tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya pada waktu yang
telah ditentukan. Masalah ini bisa terjadi karena, cara kerja yang lambat dari staf
yang bersangkutan. Cara kerja yang lambat, bisa saja hanya sebuah gejala dari
permasalahan yang lebih mendasar lagi, seperti misalnya masalah kesehatan,
moral kerja yang rendah, kurangnya pelatihan atau kurang efektifnya proses
kepemimpinan yang ada.
Agar kita dapat memfokuskan perhatian kita pada masalah sebenarnya, dan bukan
pada gejala-gejala yang muncul, maka dalam proses mendefiniskan suatu
masalah, diperlukan upaya untuk mencari informasi yang diperlukan sebanyak-
banyaknya, agar masalah dapat didefinisikan dengan tepat.
Berikut ini adalah beberapa karakteristik dari pendefinisian masalah yang baik:
Fakta dipisahkan dari opini atau spekulasi. Data objektif dipisahkan dari persepsi
Semua pihak yang terlibat diperlakukan sebagai sumber informasi
Masalah harus dinyatakan secara eksplisit/tegas. Hal ini seringkali dapat
menghindarkan kita dari pembuatan definisi yang tidak jelas
Definisi yang dibuat harus menyatakan dengan jelas adanya ketidak-sesuaian
antara standar atau harapan yang telah ditetapkan sebelumnya dan kenyataan yang
terjadi.
Definisi yang dibuat harus menyatakan dengan jelas, pihak-pihak yang terkait atau
berkepentingan dengan terjadinya masalah.
Definisi yang dibuat bukanlah seperti sebuah solusi yang samar. Contoh: Masalah
yang kita hadapi adalah melatih staf yang bekerja lamban.
B. Buat Alternatif Pemecahan Masalah.
Langkah kedua yang perlu kita lakukan adalah membuat alternatif penyelesaian
masalah. Pada tahap ini, kita diharapkan dapat menunda untuk memilih hanya satu
solusi, sebelum alternatif solusi-solusi yang ada diusulkan. Penelitian-penelitian
yang pernah dilakukan dalam kaitannya dengan pemecahan masalah (contohnya
oleh March, 1999) mendukung pandangan bahwa kualitas solusi-solusi yang
dihasilkan akan lebih baik bila mempertimbangkan berbagai alternatif (Whetten &
Cameron, 2002).
Berikut adalah karakteristik-karakteristik dari pembuatan alternatif masalah yang
baik:
Semua alternatif yang ada sebaiknya diusulkan dan dikemukakan terlebih dahulu
sebelum kemudian dilakukannya evaluasi terhadap mereka.
Alternatif-alternatif yang ada, diusulkan oleh semua orang yang terlibat dalam
penyelesaian masalah. Semakin banyaknya orang yang mengusulkan alternatif,
dapat meningkatkan kualitas solusi dan penerimaaan kelompok.
Alternatif-alternatif yang diusulkan harus sejalan dengan tujuan atau kebijakan
organisasi. Kritik dapat menjadi penghambat baik terhadap proses organisasi
maupun proses pembuatan alternatif pemecahan masalah.
Alternatif-alternatif yang diusulkan perlu mempertimbangkan konsekuensi yang
muncul dalam jangka pendek, maupun jangka panjang.
Alternatif–alternatif yang ada saling melengkapi satu dengan lainnya. Gagasan
yang kurang menarik , bisa menjadi gagasan yang menarik bila dikombinasikan
dengan gagasan-gagasan lainnya. Contoh : Pengurangan jumlah tenaga kerja,
namun kepada karyawan yang terkena dampak diberikan paket kompensasi yang
menarik.
Alternatif-alternatif yang diusulkan harus dapat menyelesaikan masalah yang
telah didefinisikan dengan baik. Masalah lainnya yang muncul, mungkin juga
penting. Namun dapat diabaikan bila, tidak secara langsung mempengaruhi
pemecahan masalah utama yang sedang terjadi.
C. Evaluasi Alternatif-Alternatif Pemecahan Masalah
Langkah ketiga dalam proses pemecahan masalah adalah melakukan evaluasi
terhadap alternatif-alternatif yang diusulkan atau tersedia. Dalam tahap ini , kita
perlu berhati-hati dalam memberikan bobot terhadap keuntungan dan kerugian
dari masing-masing alternatif yang ada, sebelum membuat pilihan akhir. Seorang
yang terampil dalam melakukan pemecahan masalah, akan memastikan bahwa
dalam memilih alternatif-alternatif yang ada dinilai berdasarkan:
Tingkat kemungkinannya untuk dapat menyelesaikan masalah tanpa
menyebabkan terjadinya masalah lain yang tidak diperkirakan sebelumnya.
Tingkat penerimaan dari semua orang yang terlibat di dalamnya
Tingkat kemungkinan penerapannya
Tingkat kesesuaiannya dengan batasan-batasan yang ada di dalam organisasi;
misalnya budget, kebijakan perusahaan, dll.
Berikut adalah karakteristik-karakteristik dari evaluasi alternatif-alternatif
pemecahan masalah yang baik:
Alternatif- alternatif yang ada dinilai secara relatif berdasarkan suatu standar yang
optimal, dan bukan sekedar standar yang memuaskan
penilaian terhadap alternative-alternatif yang ada dilakukan secara sistematis,
sehingga semua alternatif yang diusulkan akan dipertimbangkan,
Alternatif-alternatif yang ada dinilai berdasarkan kesesuaiannya dengan tujuan
organisasi dan mempertimbangkan preferensi dari orang-orang yang terlibat
didalamnya.
Alternatif-alternatif yang ada dinilai berdasarkan dampak yang mungkin
ditimbulkannya, baik secara langsung, maupun tidak langsung
Alternatif yang paling dipilih dinyatakan secara eksplisit/tegas.
D. Terapkan Solusi dan Tindak- Lanjuti
Langkah terakhir dari metode ini adalah menerapkan dan menindak-lanjuti solusi
yang telah diambil. Dalam upaya menerapkan berbagai solusi terhadap suatu
masalah, kita perlu lebih sensitif terhadap kemungkinan terjadinya resistensi dari
orang-orang yang mungkin terkena dampak dari penerapan tersebut. Hampir pada
semua perubahan, terjadi resistensi. Karena itulah seorang yang piawai dalam
melakukan pemecahan masalah akan secara hati-hati memilih strategi yang akan
meningkatkan kemungkinan penerimaan terhadap solusi pemecahan masalah oleh
orang-orang yang terkena dampak dan kemungkinan penerapan sepenuhnya dari
solusi yang bersangkutan (Whetten & Cameron, 2002).
Berikut adalah karakteristik dari penerapan dan langkah tindak lanjut yang efektif:
Penerapan solusi dilakukan pada saat yang tepat dan dalam urutan yang benar.
Penerapan tidak mengabaikan faktor-faktor yang membatasi dan tidak akan terjadi
sebelum tahap 1, 2, dan 3 dalam proses pemecahan masalah dilakukan.
Penerapan solusi dilakukan dengan menggunakan strategi "sedikit-demi sedikit"
dengan tujuan untuk meminimalkan terjadinya resistensi dan meningkatkan
dukungan.
Proses penerapan solusi meliputi juga proses pemberian umpan balik. Berhasil
tidaknya penerapan solusi, harus dikomunikasikan , sehingga terjadi proses
pertukaran informasi
Keterlibatan dari orang-orang yang akan terkena dampak dari penerapan solusi
dianjurkan dengan tujuan untuk membangun dukungan dan komitmen
Adanya sistim monitoring yang dapat memantau penerapan solusi secara
berkesinambungan. Dampak jangka pendek, maupun jangka panjang diukur.
Penilaian terhadap keberhasilan penerapan solusi didasarkan atas terselesaikannya
masalah yang dihadapi, bukan karena adanya manfaat lain yang diperoleh dengan
adanya penerapan solusi ini. Sebuah solusi tidak dapat dianggap berhasil bila
masalah yang menjadi pertimbangan yang utama tidak terselesaikan dengan baik,
walaupun mungkin muncul dampak positif lainnya.Pemecahan Masalah Secara
Analitis & Kreatif
Kategori Organisasi Industri
Oleh : Arbono Lasmahadi
Jakarta, 15 Desember 2005
Setelah ditunjuk menjadi Pimpinan Eksekutif di Porsche (salah satu produsen
mobil terkenal), pada tahun 1992, disaat Porsche sedang menuju jurang
kebangkrutan, Wendelin Wiedeking langsung mengajak kelompok Shin-Gijutsu,
yang merupakan para ahli teknik yang telah dikader oleh Toyota untuk mengelola
dan membenahi sistim yang ada di pabrik Porsche. Dengan bantuan dari para ahli
teknik Jepang, waktu untuk melakukan perakitan berhasil diturunkan dari 120 jam
menjadi 72 jam. Jumlah kesalahan pada setiap pembuatan mobil turun 50 %
menjadi hanya 3 kesalahan per mobil. Jumlah tenaga kerja menurun sebesar 19 %
menjadi 6.800 orang, dari lebih dari 8.400 orang di tahun 1992. Jumlah "line
production" telah berhasil diperpendek . Begitu pula dengan jumlah inventori
yang telah berkurang, membuat ruang yang digunakan di pabrik menjadi lebih
kecil sebesar 30 %. Perubahan-perubahan tersebut di atas telah membuat Porsche
berhasil memproduksi mobil dengan biaya yang lebih rendah dibandingkan
sebelumnya. Dampaknya, pertama kali dalam 4 tahun terakhir, perusahaan
melaporkan keuntungan, setelah sebelumnya merugi sebesar 300 Juta Dolar
Amerika.
Hal yang menarik yang mungkin ingin kita ketahui dari ilustrasi cerita di atas
adalah, cara efektif yang berhasil diterapkan oleh para ahli teknik Jepang untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh Porsche, dan kemudian merubahnya
menjadi sebuah keuntungan. Secara umum yang dilakukan oleh ahli teknik Jepang
adalah dengan membentuk kelompok kerja yang berbeda yang menerapkan
prinsip-prinsip pemecahan masalah secara ilmiah untuk menganalisa situasi yang
terjadi, membuat rencana perbaikan secara kreatif, dan menerapkan rencana
perbaikan melalui proses pengawasan kualitas.
Ilustrasi di atas yang dikutip dari tulisan Phillip L Hunsaker tentang Pemecahan
Masalah Secara Kreatif (2005) , menunjukkan kepada kita bahwa proses
penyelesaian masalah secara efektif akan dapat membantu sebuah organisasi
keluar dari kemelut keuangan yang mereka hadapi, dan merubahnya menjadi
sebuah kesempatan yang menguntungkan. Tanpa penanganan yang benar saat itu,
bukan tidak mungkin Porsche mengalami kebangkrutan total, dan tidak pernah
terdengar lagi dalam industri kendaraan bermotor. Peristiwa yang terjadi pada
Porshce bukan tidak mungkin terjadi pada organisasi lainnya, organisasi tempat
kita bekerja saat ini atau pada diri kita sendiri. Kemampuan kita dalam melakukan
pemecahan masalah secara analitis dan kreatif menjadi salah satu kunci agar kita
dapat keluar dari masalah yang kita hadapi, dan mencapai kesuksesan dalam
bisnis, maupun karir kita.
Adanya kesempatan bagi kita untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang kita
hadapi secara analitis dan kreatif menjadi inspirasi bagi saya untuk menjadikan
pemecahan masalah secara analitis dan kreatif sebagai bahan tulisan saya kali ini.
Mudah-mudahan tulisan ini dapat membantu kita semua agar kita tidak terjebak
dalam perangkap yang mengurangi kualitas pemecahan masalah yang kita
hasilkan.
Pemecahan Masalah Secara Analitis dan Kreatif
Pemecahan masalah didefinisikan sebagai suatu proses penghilangan perbedaan
atau ketidak-sesuaian yang terjadi antara hasil yang diperoleh dan hasil yang
diinginkan (Hunsaker, 2005). Salah satu bagian dari proses pemecahan masalah
adalah pengambilan keputusan (decision making), yang didefinisikan sebagai
memilih solusi terbaik dari sejumlah alternatif yang tersedia (Hunsaker, 2005).
Pengambilan keputusan yang tidak tepat, akan mempengaruhi kualitas hasil dari
pemecahan masalah yang dilakukan.
Kemampuan untuk melakukan pemecahan masalah adalah ketrampilan yang
dibutuhkan oleh hampir semua orang dalam setiap aspek kehidupannya. Jarang
sekali seseorang tidak menghadapi masalah dalam kehidupannya sehari-hari.
Pekerjaan seorang manajer, secara khusus, merupakan pekerjaan yang
mengandung unsur pemecahan masalah di dalamnya. Bila tidak ada masalah di
dalam banyak organisasi, mungkin tidak akan muncul kebutuhan untuk
mempekerjakan para manajer. Untuk itulah sulit untuk dapat diterima bila seorang
yang tidak memiliki kompetensi untuk menyelesaikan masalah, menjadi seorang
manajer (Whetten & Cameron, 2002).
Ungkapan di atas memberikan gambaran yang jelas kepada kita semua bahwa
sulit untuk menghindarkan diri kita dari masalah, karena masalah telah menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan kita, baik kehidupan sosial,
maupun kehidupan profesional kita. Untuk itulah penguasaan atas metode
pemecahan masalah menjadi sangat penting, agar kita terhindar dari tindakan
Jump to conclusion, yaitu proses penarikan kesimpulan terhadap suatu masalah
tanpa melalui proses analisa masalah secara benar, serta didukung oleh bukti-bukti
atau informasi yang akurat. Ada kecenderungan bahwa orang-orang, termasuk
para manajer mempunyai kecenderungan alamiah untuk memilih solusi pertama
yang masuk akal yang muncul dalam benak mereka (March & Simon, 1958;
March, 1994; Koopman, Broekhuijsen, & Weirdsma, 1998). Sayangnya, pilihan
pertama yang mereka ambil seringkali bukanlah solusi terbaik. Secara tipikal,
dalam pemecahan masalah, kebanyakan orang menerapkan solusi yang kurang
dapat diterima atau kurang memuaskan, dibanding solusi yang optimal atau yang
ideal (Whetten & Cameron, 2002). Pemecahan masalah yang tidak optimal ini,
bukan tidak mungkin dapat memunculkan masalah baru yang lebih rumit
dibandingkan dengan masalah awal.
Pemecahan masalah dapat dilakukan melalui dua metode yang berbeda, yaitu
analitis dan kreatif. Untuk dapat memberikan gambaran yang lebih baik tentang
pemecahan masalah secara analitis dan kreatif, serta perbedaan-perbedaan yang
ada diantara keduanya, maka pada bagian berikut , saya akan menjelaskan secara
singkat hal tersebut di atas.
I. Pemecahan Masalah Secara Analitis
Metode penyelesaian masalah secara analitis merupakan pendekatan yang cukup
terkenal dan digunakan oleh banyak perusahaan, serta menjadi inti dari gerakan
peningkatan kualitas (quality improvement). Secara luas dapat diterima bahwa
untuk meningkatan kualitas individu dan organisasi, langkah penting yang perlu
dilakukan adalah mempelajari dan menerapkan metode pemecahan masalah
secara analitis (Juran, 1988; Ichikawa, 1986; Riley, 1998). Banyak organisasi
besar (misalnya : Ford Motor Company, General Electric, Dana) menghabiskan
jutaan Dolar untuk mendidik para manajer mereka tentang metode pemecahan
masalah ini sebagai bagian dari proses peningkatan kualitas yang ada di organisasi
mereka (Whetten & Cameron, 2002). Pelatihan ini penting agar para manajer
dapat berfungsi efektif, yang salah satu cirinya adalah pada kemampuannya untuk
memecahkan masalah. Hal ini sejalan dengan pendapat dari Hunsaker (2005) yang
menyatakan bahwa manajer yang efektif, seperti halnya Pemimpin Eksekutif
Porsche, Wendelin Wiedeking, mengetahui cara mengumpulkan dan mengevaluasi
informasi yang dapat menerangkan tentang masalah yang terjadi, mengetahui
manfaatnya bila kita memiliki lebih dari satu alternatif pemecahan masalah, dan
memberikan bobot kepada semua implikasi yang dapat terjadi dari sebuah
rencana, sebelum menerapkan rencana yang bersangkutan.
A. Definisikan Masalah
Langkah pertama yang perlu dilakukan dengan metode analitis adalah
mendefinisikan masalah yang terjadi. Pada tahap ini, kita perlu melakukan
diagnosis terhadap sebuah situasi, peristiwa atau kejadian, untuk memfokuskan
perhatian kita pada masalah sebenarnya, dan bukan pada gejala-gejala yang
muncul. Sebagai contoh : Seorang manajer yang mempunyai masalah dengan staf-
nya yang kerapkali tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya pada waktu yang
telah ditentukan. Masalah ini bisa terjadi karena, cara kerja yang lambat dari staf
yang bersangkutan. Cara kerja yang lambat, bisa saja hanya sebuah gejala dari
permasalahan yang lebih mendasar lagi, seperti misalnya masalah kesehatan,
moral kerja yang rendah, kurangnya pelatihan atau kurang efektifnya proses
kepemimpinan yang ada.
Agar kita dapat memfokuskan perhatian kita pada masalah sebenarnya, dan bukan
pada gejala-gejala yang muncul, maka dalam proses mendefiniskan suatu
masalah, diperlukan upaya untuk mencari informasi yang diperlukan sebanyak-
banyaknya, agar masalah dapat didefinisikan dengan tepat.
Berikut ini adalah beberapa karakteristik dari pendefinisian masalah yang baik:
Fakta dipisahkan dari opini atau spekulasi. Data objektif dipisahkan dari persepsi
Semua pihak yang terlibat diperlakukan sebagai sumber informasi
Masalah harus dinyatakan secara eksplisit/tegas. Hal ini seringkali dapat
menghindarkan kita dari pembuatan definisi yang tidak jelas
Definisi yang dibuat harus menyatakan dengan jelas adanya ketidak-sesuaian
antara standar atau harapan yang telah ditetapkan sebelumnya dan kenyataan yang
terjadi.
Definisi yang dibuat harus menyatakan dengan jelas, pihak-pihak yang terkait atau
berkepentingan dengan terjadinya masalah.
Definisi yang dibuat bukanlah seperti sebuah solusi yang samar. Contoh: Masalah
yang kita hadapi adalah melatih staf yang bekerja lamban.
B. Buat Alternatif Pemecahan Masalah.
Langkah kedua yang perlu kita lakukan adalah membuat alternatif penyelesaian
masalah. Pada tahap ini, kita diharapkan dapat menunda untuk memilih hanya satu
solusi, sebelum alternatif solusi-solusi yang ada diusulkan. Penelitian-penelitian
yang pernah dilakukan dalam kaitannya dengan pemecahan masalah (contohnya
oleh March, 1999) mendukung pandangan bahwa kualitas solusi-solusi yang
dihasilkan akan lebih baik bila mempertimbangkan berbagai alternatif (Whetten &
Cameron, 2002).
Berikut adalah karakteristik-karakteristik dari pembuatan alternatif masalah yang
baik:
Semua alternatif yang ada sebaiknya diusulkan dan dikemukakan terlebih dahulu
sebelum kemudian dilakukannya evaluasi terhadap mereka.
Alternatif-alternatif yang ada, diusulkan oleh semua orang yang terlibat dalam
penyelesaian masalah. Semakin banyaknya orang yang mengusulkan alternatif,
dapat meningkatkan kualitas solusi dan penerimaaan kelompok.
Alternatif-alternatif yang diusulkan harus sejalan dengan tujuan atau kebijakan
organisasi. Kritik dapat menjadi penghambat baik terhadap proses organisasi
maupun proses pembuatan alternatif pemecahan masalah.
Alternatif-alternatif yang diusulkan perlu mempertimbangkan konsekuensi yang
muncul dalam jangka pendek, maupun jangka panjang.
Alternatif–alternatif yang ada saling melengkapi satu dengan lainnya. Gagasan
yang kurang menarik , bisa menjadi gagasan yang menarik bila dikombinasikan
dengan gagasan-gagasan lainnya. Contoh : Pengurangan jumlah tenaga kerja,
namun kepada karyawan yang terkena dampak diberikan paket kompensasi yang
menarik.
Alternatif-alternatif yang diusulkan harus dapat menyelesaikan masalah yang
telah didefinisikan dengan baik. Masalah lainnya yang muncul, mungkin juga
penting. Namun dapat diabaikan bila, tidak secara langsung mempengaruhi
pemecahan masalah utama yang sedang terjadi.
C. Evaluasi Alternatif-Alternatif Pemecahan Masalah
Langkah ketiga dalam proses pemecahan masalah adalah melakukan evaluasi
terhadap alternatif-alternatif yang diusulkan atau tersedia. Dalam tahap ini , kita
perlu berhati-hati dalam memberikan bobot terhadap keuntungan dan kerugian
dari masing-masing alternatif yang ada, sebelum membuat pilihan akhir. Seorang
yang terampil dalam melakukan pemecahan masalah, akan memastikan bahwa
dalam memilih alternatif-alternatif yang ada dinilai berdasarkan:
Tingkat kemungkinannya untuk dapat menyelesaikan masalah tanpa
menyebabkan terjadinya masalah lain yang tidak diperkirakan sebelumnya.
Tingkat penerimaan dari semua orang yang terlibat di dalamnya
Tingkat kemungkinan penerapannya
Tingkat kesesuaiannya dengan batasan-batasan yang ada di dalam organisasi;
misalnya budget, kebijakan perusahaan, dll.
Berikut adalah karakteristik-karakteristik dari evaluasi alternatif-alternatif
pemecahan masalah yang baik:
Alternatif- alternatif yang ada dinilai secara relatif berdasarkan suatu standar yang
optimal, dan bukan sekedar standar yang memuaskan
penilaian terhadap alternative-alternatif yang ada dilakukan secara sistematis,
sehingga semua alternatif yang diusulkan akan dipertimbangkan,
Alternatif-alternatif yang ada dinilai berdasarkan kesesuaiannya dengan tujuan
organisasi dan mempertimbangkan preferensi dari orang-orang yang terlibat
didalamnya.
Alternatif-alternatif yang ada dinilai berdasarkan dampak yang mungkin
ditimbulkannya, baik secara langsung, maupun tidak langsung
Alternatif yang paling dipilih dinyatakan secara eksplisit/tegas.
D. Terapkan Solusi dan Tindak- Lanjuti
Langkah terakhir dari metode ini adalah menerapkan dan menindak-lanjuti solusi
yang telah diambil. Dalam upaya menerapkan berbagai solusi terhadap suatu
masalah, kita perlu lebih sensitif terhadap kemungkinan terjadinya resistensi dari
orang-orang yang mungkin terkena dampak dari penerapan tersebut. Hampir pada
semua perubahan, terjadi resistensi. Karena itulah seorang yang piawai dalam
melakukan pemecahan masalah akan secara hati-hati memilih strategi yang akan
meningkatkan kemungkinan penerimaan terhadap solusi pemecahan masalah oleh
orang-orang yang terkena dampak dan kemungkinan penerapan sepenuhnya dari
solusi yang bersangkutan (Whetten & Cameron, 2002).
Berikut adalah karakteristik dari penerapan dan langkah tindak lanjut yang efektif:
Penerapan solusi dilakukan pada saat yang tepat dan dalam urutan yang benar.
Penerapan tidak mengabaikan faktor-faktor yang membatasi dan tidak akan terjadi
sebelum tahap 1, 2, dan 3 dalam proses pemecahan masalah dilakukan.
Penerapan solusi dilakukan dengan menggunakan strategi "sedikit-demi sedikit"
dengan tujuan untuk meminimalkan terjadinya resistensi dan meningkatkan
dukungan.
Proses penerapan solusi meliputi juga proses pemberian umpan balik. Berhasil
tidaknya penerapan solusi, harus dikomunikasikan , sehingga terjadi proses
pertukaran informasi
Keterlibatan dari orang-orang yang akan terkena dampak dari penerapan solusi
dianjurkan dengan tujuan untuk membangun dukungan dan komitmen
Adanya sistim monitoring yang dapat memantau penerapan solusi secara
berkesinambungan. Dampak jangka pendek, maupun jangka panjang diukur.
Penilaian terhadap keberhasilan penerapan solusi didasarkan atas terselesaikannya
masalah yang dihadapi, bukan karena adanya manfaat lain yang diperoleh dengan
adanya penerapan solusi ini. Sebuah solusi tidak dapat dianggap berhasil bila
masalah yang menjadi pertimbangan yang utama tidak terselesaikan dengan baik,
walaupun mungkin muncul dampak positif lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar