Kamis, 17 Februari 2011

cinta berkalang noda

Islam datang untuk menjaga lima kepentingan dasar manusia, diantaranya
adalah menjaga keturunan. Caranya dengan memelihara dan melindungi
kehormatan manusia melalui penghalangan campur aduknya keturunan.
Disamping itu menjaga dari segala perbuatan keji yang menghantarkan
ke dalam hal itu. Karenanya, semua jalan dan perantara tersebut diharamkan. Dengan perhitungan, bahwa suatu tujuan tidak akan tercapai kecuali dengan beberapa sebab dan jalan yang mengantarkan ke arahnya.


Lantas bagaimana bila orang terlanjur pernah berzina? Apakah tertutup
kemungkinan baginya untuk menikmati keindahan pernikahan? Para ulama
menyatakan bahwa agar pernikahan seorang pezina sah maka harus memenuhi
dua syarat ulama lebih dulu, yaitu:


1. Bertaubat Dari Zina


Cara bertaubatnya adalah dengan memenuhi syarat taubat, yaitu segera
berhenti dari zina, bersikeras untuk tidak mengulangi perbuatannya
lagi di masa mendatang, menyesal terhadap segala kemaksiatan zina
yang telah dilakukannya, dan mohon ampunan kepada Allah. Artinya taubat
seorang pezina sama dengan taubat pelaku dosa lain.



2. Harus Telah Selesai Masa ‘Iddahnya -Khusus Bagi Wanita Pezina


Disamping bertaubat, yang wanita yang berzina harus melalui masa ‘iddahnya
hingga selesai agar rahimnya bersih, dan mencegah tercampurnya pembuahan
dan nasab. Kalau wanita yang berzina tersebut hamil dari hasil perzinaan,
maka ia boleh menikah setelah bayinya lahir. Sehingga tak boleh seorang
wanita pezina menikah ketika sedang hamil.




Nikah Karena Zina


Dari paparan di atas sebenarnya telah jelas bahwa haram hukumnya menikah
dengan wanita yang berzina. Walaupun yang hendak menikahinya adalah
lelaki yang menzinainya.


Para wali si wanita atau yang menduduki kedudukannya tidak dlperkenankan
untuk menikahkan orang wanita yang berzina. Artinya pernikahan yang
dilakukan tidak sah. Pendapat seperti ini dipegang oleh Imam Ahmad,
seperti dinukil oleh Ibnu Katsir dalam kitab Tafsirnya. Demikian juga
Ibnu Taimiyah dalam lkhtiyaraat al-Fiqhiyah-nya, dimana disebutkan
di sana, "Dan wanita yang berzina haram (dinikahi), hingga
ia bertaubat dan menyelesaikan masa ‘iddahnya."


Beliau juga mengharamkan lelaki yang telah berzina menikahi wanita
yang terjaga (yang tidak berzina) hingga lelaki tersebut bertaubat.


Imam Ahmad berpendapat tentang tidak sahnya akad nikah seorang pria
terjaga dengan seorang perempuan lacut (pezina) sebelum bertaubat.
Demikian pula pernikahan wanita merdeka yang terjaga dengan seorang
lelaki pezina tidak sah sebelum lelaki tadi bertaubat.


Lantas bagaimana sikap perempuan yang pernah melakakuan perzinaan
di luar nikah dan telah bertauat darinya? Apakah harus berterus terang
ketika dilamar atau bersifat pasif saja?


Diantara hikmah khithbah (melamar) adalah pencarian data dan informasi
tentang keadaan orang yang hendak dilamar, keluarganya, dan Para walinya.


Demikian pula sebaliknya. Musyawarah mengenai hal itu juga disyariatkan.
Maka menjadi kewajiban bagi orang yang diajak bermusyawarah untuk
menerangkan segera hal yang diketahui dan ditanyakan. Termasuk pula
aib dan keburukan yang ada pada sang calon pendamping hidup. Hal itu
tidak termasuk ghibah yang diharamkan, bahkan termasuk nasehat yang
wajib. Yang jelas, Rasulullah telah menerangkan: "Orang yang
bertaubat dari suatu dosa, seperti seorang yang tidak memiliki dosa."
(Riwayat Ibnu Majah). Wallahu A’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar